Lewati ke konten

200 Anak Muda Jatim Kompak Deklarasi “Muda Wani Gerak”: Dari Mall ke Sawah, Dari Booth ke Aksi Nyata

| 4 menit baca |Ide | 5 dibaca
Oleh: Titik Terang Penulis: Prigi Arisandi Editor: Supriyadi

SURABAYA – Bayangin, mall yang biasanya dipenuhi diskon sepatu dan promo cuci gudang mendadak berubah jadi panggung anak muda Jawa Timur yang teriak bareng: “Muda Wani Gerak!”. Bukan sekadar jargon ala seminar motivasi, tapi deklarasi serius dari 200 orang muda di launching Jatim Young Changemaker Academy (JAYCA) di Marvel City Mall Surabaya, Sabtu (27/9/2025).

Kalau biasanya orang ke mall cari kopi susu atau jastip skincare, kali ini mereka cari semangat sosial, solidaritas, dan—ini yang agak jarang—prinsip hidup buat berbagi kebaikan.

#Dari Empati sampai Kolaborasi: Paket Hemat Lima Rasa

Menurut Bambang Kuncoro Yekti, ketua panitia (yang kalau ngomong kayak MC wisuda tapi isi pidatonya lebih membumi), JAYCA ingin menanamkan lima prinsip ke anak muda: empati, solidaritas, inisiatif, kolaborasi, dan keberlanjutan.

Bayangin itu kayak paket hemat. Kalau biasanya paket hemat isinya nasi, ayam, sama es teh, JAYCA kasih paket hemat buat hidup: empati biar nggak jadi batu, solidaritas biar nggak individualis, inisiatif biar nggak nunggu komando, kolaborasi biar nggak jalan sendirian, dan keberlanjutan biar nggak berhenti pas masih anget-angetnya doang.

#Gudangnya Inovator Sosial, Bukan Gudang Garam

Jawa Timur itu punya track record keren. Dari dulu dikenal sebagai gudangnya inisiator sosial dan pemimpin bangsa. Tapi menurut data BPS 2021, 65% anak muda Jatim sekarang justru merasa nggak nyambung sama kegiatan sosial. Ibaratnya, kayak diwarisin sawah sama kakek-nenek, tapi cucunya lebih milih jadi konten kreator di apartemen kota.

Padahal problem di luar sana nggak kurang-kurang. Dari krisis iklim, kesehatan mental, sampai kasus kekerasan anak. UNICEF bahkan mencatat satu dari tiga remaja di Indonesia punya masalah kesehatan mental. Lah, kalau kondisi mental aja udah remuk, gimana mau mikirin masa depan bangsa?

Di sinilah JAYCA hadir. Bukan sekadar ngajarin slogan “ayo peduli”, tapi jadi semacam bengkel kreatif sekaligus klinik sosial: tempat anak muda bisa belajar, ngulik, dan langsung praktek bikin aksi nyata.

“JAYCA menawarkan tool yang efektif buat memulai gerakan sosial berbagi kebaikan di kalangan anak muda. Tempat tumbuhnya ide-ide kreatif dan inovatif, sekaligus wadah implementasi,” jelas Ara Kusuma, Manajer Program Ashoka. Ia menambahkan, JAYCA menjawab kebutuhan 72% anak muda—berdasarkan riset Universitas Negeri Surabaya tahun 2022—yang mengaku pengin punya platform buat mengekspresikan kepedulian mereka terhadap isu-isu sosial.

#6 Manfaat Ikut JAYCA: Nggak Cuma Dapat Sertifikat buat Insta Story

Biar lebih gampang, saya kasih highlight ala brosur MLM tapi isinya serius:

  1. Mentoring mingguan dengan 5 pilihan program: kesehatan, inklusivitas, lingkungan hidup, keluarga & pengasuhan, hak anak, plus pendidikan. Lengkap kayak paket kursus tapi isi materinya bikin mikir.
  2. Berjaringan dengan gerakan sosial—jadi kalau biasanya jaringan dipakai buat hotspot, kali ini buat nyambungin ide-ide.
  3. Ketemu sociopreneur—alias orang yang kalau bikin bisnis mikirnya bukan “untung doang”, tapi juga “orang lain kebagian apa?”.
  4. Family Changemaker—karena ngelakuin aksi sosial tanpa restu orang tua itu kayak bikin band metal di rumah pesantren: susah.
  5. Penghargaan internasional The Duke of Edinburgh—biar kalau ditanya tetangga “kok sibuk banget, dek?” bisa jawab: “iya tante, soalnya mau dapat award internasional.”
  6. Kesempatan ikut Ashoka Youngchangemaker 2027—buat yang pengin level up, bukan cuma di Indonesia tapi di kancah global.

 

#Mall Jadi Tempat Revolusi Mini

Acara launching JAYCA ini bukan cuma pidato lalu pulang. Ada booth-booth dari 13 lembaga kolaborator: dari Ecoton yang konsen urusan sungai, sampai Nasyiatul Aisyiyah yang ngulik soal keluarga muda tangguh. Jadi mall kemarin kayak comic con, tapi isinya superhero lokal bidang sosial dan lingkungan.

Puncaknya, ada penganugerahan The Duke of Edinburgh International Award buat anak muda Jatim. Jadi bukan cuma dapat medali, tapi juga validasi kalau “wah ternyata ngurusin lingkungan sama sosial itu keren juga ya, nggak kalah sama jadi seleb TikTok.”

#Anak Muda: Jangan Cuma Jadi Penonton

Salah satu kutipan yang paling nempel datang dari Luftan (peserta sekaligus calon changemaker). Katanya, “anak muda harus turun tangan karena masa depan yang dipertaruhkan milik kita sendiri. Nggak bisa cuma jadi penonton.”

Nah, ini. Karena kalau kita cuma jadi penonton, lama-lama dunia ini kayak sinetron stripping: makin absurd, penuh masalah, tapi nggak ada penyelesaian.

#Dari Greta Thunberg ke Jatim

Contohnya Greta Thunberg. Masih belia, tapi udah jadi icon global buat isu iklim. Kalau Greta bisa di Swedia, kenapa Jatim nggak bisa punya Greta-Greta lain? Bisa jadi Greta-nya lingkungan, Greta-nya kesehatan, atau Greta-nya pendidikan.

Singkatnya, JAYCA ini kayak incubator ide, tapi produknya bukan startup jualan kopi literan, melainkan anak muda yang siap bikin perubahan sosial.

Kalau kemarin di mall orang sibuk ngantri beli minuman boba, 200 anak muda ini malah ngantri buat deklarasi “Muda Wani Gerak!”. Dan mungkin, di situlah letak harapan kita. Bahwa perubahan sosial ternyata bisa dimulai dari tempat yang sama dengan diskon sepatu: di mall.***

Prigi Arisandi, aktivis lingkungan dari Ecological Observation and Wetlands Conservation (Ecoton) berkontribusi atas artikel ini | Editor: Supriyadi

 

Tinggalkan Komentar

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *