Lewati ke konten

Motor Baru untuk Kepala Desa di Jombang, Jalan Lama untuk Warga: “Desa Mantra” yang Terlalu Magis

| 3 menit baca |Sorotan | 11 dibaca
Oleh: Titik Terang Penulis: Supriyadi Editor: Supriyadi
Terverifikasi Bukti

PEMERINTAH Kabupaten Jombang, Jawa Timur, sedang menyiapkan Desa Mantra, program yang salah satu komponennya terdengar seperti kabar bahagia bagi para kepala desa, motor baru setara Honda PCX. Total anggaran yang disiapkan Rp 9 miliar.

Menurut Kepala Bappeda Jombang, Danang Praptoko, setiap desa akan menerima motor senilai Rp30 juta. “Masih tahap pemantapan program,” katanya singkat.

Ketika ditanya mekanisme pengadaan, ia langsung oper bola, “Bisa ditanyakan ke Pak Sekda, supaya satu pintu.”

Lucunya, “satu pintu” itu terasa seperti metafora yang pas, transparansi di pemerintahan memang sering berhenti di depan pintu, tidak pernah benar-benar dibuka.

#Ketika Jalan Rusak, yang Diperbaiki Justru Garasi

Bupati Jombang Warsubi berdalih bahwa motor dinas lama sudah berusia sekitar 20 tahun, sehingga perlu diganti.

Baiklah, tapi persoalannya, warga desa juga sudah 20 tahun menunggu jalan yang lebih mulus, saluran air yang tidak mampet, dan pelayanan publik yang tidak “bisa besok saja”.

Rakyat cuma bisa geleng-geleng ketika tahu harga satu motor kades bisa setara dengan dua atau tiga gerobak motor pengangkut sampah.

“Kalau memang untuk meningkatkan pelayanan masyarakat, sebaiknya diarahkan ke hal-hal yang lebih dibutuhkan warga,” kata anggota Banggar DPRD, M. Subaidi, dari PKB.

Subaidi bahkan menambahkan dengan nada menohok, “Sampah di desa itu tidak bisa dinaikkan ke PCX, tapi pelayanan publik bisa ikut turun kalau prioritasnya salah.”

#DPRD: Belum Dibahas, Tapi Sudah Melaju

Yang bikin cerita ini makin absurd adalah kenyataan bahwa program Rp9 miliar untuk motor kepala desa ini belum pernah dibahas secara resmi di DPRD Jombang. “Belum pernah dibahas secara nomenklatur,” kata Ketua DPRD Hadi Atmaji, sambil menambahkan bahwa dirinya sudah mengetahui adanya rencana dari Pemkab Jombang.

Kalimat “sudah tahu tapi belum dibahas” terdengar seperti kalimat standar pejabat yang tak ingin menentang, tapi juga enggan menegaskan. Dalam politik daerah, posisi seperti ini sering disebut. melindungi tanpa terlihat membela.

Hadi lalu menjelaskan bahwa program Desa Mantra sebenarnya dirancang untuk memperkuat pembangunan desa dengan alokasi dana sekitar Rp800 juta hingga Rp1 miliar per desa. “Kalau memang pengadaan motor itu diambil dari pos Desa Mantra, maka tidak akan membebani postur APBD 2026. Penggunaannya pun untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah desa,” ujarnya.

Pernyataan itu terdengar seperti upaya merapikan narasi, bukan mengoreksi arah kebijakan. Di saat anggota Banggar mempertanyakan urgensi dan transparansi, ketua dewan justru tampil seperti payung bagi bupati, bukan pengawas anggaran rakyat.

Entah kenapa, urusan motor memang sering lebih cepat dari urusan musyawarah. Subaidi pun menegaskan agar Pemkab tidak menyulap APBD jadi showroom kendaraan.

“Kami ingin memastikan setiap rupiah anggaran benar-benar digunakan sesuai kebutuhan dan asas manfaatnya,” tegasnya.

#Desa Mantra: Antara Ilmu Pembangunan dan Sihir Anggaran

Namanya Desa Mantra, tapi efeknya malah bikin masyarakat terperangah, bukan terberdayakan. Program yang katanya untuk memperkuat pelayanan publik desa ini justru membuka pertanyaan lebih besar, “Mengapa ketika dana daerah makin ketat, prioritas malah jatuh pada motor baru pejabat desa?”

Warsubi bilang, program ini “masih ditata”. Tapi jika penataan itu artinya menata anggaran untuk yang tidak mendesak, maka yang perlu ditata ulang bukan programnya, melainkan prioritas berpikirnya.

Di tengah pemangkasan dana TKD dan kebutuhan masyarakat yang makin mendesak, proyek motor PCX justru terasa seperti simbol jarak antara pemimpin dan rakyat. Rakyat menunggu pelayanan, tapi pemerintah malah menyiapkan motor PCX.***

 

Tinggalkan Komentar

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *