KALAU biasanya arisan itu identik dengan daster, kue kering, dan gosip level RT, emak-emak di Kecamatan Sukosewu, Bojonegoro, Jawa Timur, justru mengubahnya jadi sesuatu yang lebih berfaedah, arisan sampah.
Iya, benar. Sampah. Tapi jangan salah, bukan sembarang sampah, melainkan sisa plastik yang mereka kumpulkan, pilah, lalu jual ke bank sampah.
Dari situlah lahir gerakan Emak-Emak Berdampak (MAPAK), komunitas perempuan yang bikin desa mereka jadi lebih bersih, warganya lebih sehat, dan dompetnya sedikit lebih sejahtera.
Dan kerja keras itu berbuah manis, mereka baru saja dinobatkan sebagai Juara 1 Bojonegoro Innovative Award (BIA) 2025 lewat program “Arisan Sampah untuk Kehidupan Sehat dan Sejahtera.”
#Dari Resah Plastik ke Arisan yang Menyehatkan
Semua berawal dari keresahan sederhana, plastik yang menumpuk di dapur, halaman, dan sudut rumah warga Sukosewu.
Alih-alih menunggu truk sampah yang datang “sesempatnya,” para ibu ‘Aisyiyah di sana malah berpikir, “Kalau sampah bisa jadi masalah, kenapa nggak dijadikan solusi sekalian?”
Maka sejak November 2024, mereka mulai menggelar arisan sampah. Bukan hanya soal menabung uang, tapi juga menabung kesadaran. Setiap bulan, sampah dikumpulkan, dijual, lalu hasilnya diputar dalam mekanisme arisan.
Dan hasilnya bukan kaleng-kaleng. Kini lebih dari 400 ibu rumah tangga ikut aktif memilah dan menyetorkan sampah dari dapur masing-masing.
#Dari Plastik Jadi Berkah
“Dulu saya buang sampah begitu saja. Sekarang malah rebutan kumpulin,” kata Nurul, salah satu anggota dari Desa Klepek, setelah pengumuman kemenangan pada Kamis, 23 Oktober 2025.
Ia cerita, uang hasil arisan mungkin belum besar, tapi sudah cukup bantu bayar biaya sekolah anak dan iuran listrik.
Koordinator Arisan Mapak, Muslimah, yang juga Ketua PCA ‘Aisyiyah Sukosewu, bilang bahwa gerakan ini bukan cuma soal uang, tapi juga soal rasa memiliki.
“Dengan cara sederhana seperti arisan, ibu-ibu bisa menabung kepedulian. Sampah jadi berkah, bukan beban,” ujarnya.
Kalimat yang terdengar sederhana, tapi dalamnya kayak tong sampah penuh botol air mineral.
#Dari Bojonegoro untuk Indonesia
Keberhasilan Komunitas Mapak ini bahkan sampai menarik perhatian tingkat nasional.
Ketua MPKS PP Muhammadiyah, Mariman Darto, memuji konsep arisan sampah ini sebagai model pemberdayaan perempuan yang konkret dan mudah direplikasi. “Model ini nyata, inspiratif, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat,” katanya.
Sementara Zuliyatin Lailiyah dari PDA ‘Aisyiyah Bojonegoro menegaskan bahwa gerakan ini sejalan dengan misi dakwah sosial dan program lingkungan ‘Aisyiyah, menebar kemanfaatan bagi masyarakat dan bumi.
Kini, Arisan Sampah Mapak bukan cuma jadi simbol perempuan yang berdampak di dapur, tapi juga di desa, kabupaten, bahkan mungkin sebentar lagi di seluruh Indonesia.
Karena ternyata, perubahan besar kadang dimulai dari sesuatu yang kita anggap sepele, selembar plastik, segenggam kepedulian, dan sekelompok emak-emak yang nggak bisa diam lihat sampah berserakan.***