MALANG — Dunia sedang darurat mikroplastik. Laut, sungai, bahkan paru-paru manusia sudah ikut-ikutan jadi tempat parkir serpihan plastik seukuran debu. Tapi tenang, harapan masih ada—datang dari generasi yang katanya paling sering dikatain “mager”, Gen Z.
Sabtu (18/10) besok, sembilan riset dari anak-anak muda bakal “bertarung” di ajang Youth Impact 2025 di Malang Creative Center (MCC). Jangan bayangkan pertarungan ini kayak Battle of Rap atau Mobile Legends Tournament. Ini lebih keren: mereka adu ide ilmiah untuk menyelamatkan bumi dari krisis mikroplastik.
#Dari ITS Sampai SMA Bumi Sholawat
Sembilan tim riset yang lolos ke final datang dari kampus-kampus top, ITS Surabaya, ITB Bandung, Unair Surabaya, dan UI Jakarta. Tapi jangan salah, di level SMA pun nggak kalah ganas. Ada lima sekolah yang siap unjuk gigi: SMA dari Bulukumba (Sulsel), Patianrowo Nganjuk, Sragen, Sedayu (Gresik), dan SMA Bumi Sholawat Sidoarjo.
Ajang ini bukan lomba sains biasa. Namanya aja udah keren, Youth Initiative to Minimize Microplastic and Pollution Analysis Competition (Youth Impact 2025)—kerja bareng antara Ecoton, BRIN, Perum Jasa Tirta I, Aliansi Zero Waste Indonesia, dan UNESCO. Dari 400 karya tulis ilmiah yang masuk dari seluruh Indonesia, hanya sembilan yang berhasil menembus babak final. Persaingannya bisa dibilang lebih ketat dari rebutan tiket konser Coldplay.
#Indonesia: Konsumsi Mikroplastik 15 Gram per Bulan
“Indonesia saat ini sedang mengalami krisis mikroplastik,” kata Rafika Aprilianti, Ketua Panitia Youth Impact 2025.
Menurutnya, Indonesia bukan cuma “rajin” nyumbang sampah plastik ke laut—kita juga juara dunia dalam urusan makan mikroplastik. Rata-rata orang Indonesia menelan 15 gram mikroplastik per bulan, alias setara dengan satu kartu ATM.
“Angka ini seharusnya sudah jadi alarm,” tegas Rafika dari Ecoton. Tapi untungnya, alarm itu mulai didengar generasi muda. Buktinya, 400 tim dari berbagai provinsi rela begadang, reset printer, dan berdebat soal metodologi demi ikut lomba ini.
#Juri Sampai Berdebat Sengit
Tim juri dari BRIN, Universitas Jember, dan Ecoton sampai “ribut kecil” waktu menentukan siapa yang layak masuk final. “Menunjukkan kalau kualitas riset anak-anak muda ini udah serius banget,” kata Husnatul Khomsa, Direktur Environmental Pollution Journal (EPJ).
Nggak tanggung-tanggung, 30 judul riset terbaik bakal diterbitkan di jurnal EPJ—bukti bahwa Gen Z bukan cuma bisa bikin content TikTok, tapi juga content akademik.
#Dari Kantong Teh Pelepah Pisang Sampai Kamera Mikro
Nah, bagian paling seru dari final besok, para peserta bakal memamerkan prototipe alat hasil riset mereka. Ada yang bikin kantong teh dari pelepah pisang supaya bebas plastik, ada juga yang menciptakan kamera mikro penyedot mikroplastik di perairan, lengkap dengan sistem penyaringan otomatis.
Menurut Thara, juri dari Ecoton, “Beberapa alat itu bahkan layak diproduksi secara massal. Makanya, final ini bukan cuma ajang lomba, tapi juga peluang untuk menarik investor.”
#Dari Generasi “Rebahan” ke Generasi “Revolusi”
Kalau dipikir-pikir, menarik juga. Dulu Gen Z sering dicap malas, gampang menyerah, kerjaannya cuma scroll TikTok. Tapi lihat sekarang—mereka justru yang turun tangan menyelamatkan bumi dari racun plastik buatan generasi sebelumnya.
Mungkin ini saatnya kita berhenti meremehkan mereka. Karena di tangan anak-anak muda ini, masa depan laut, sungai, dan paru-paru kita (yang mungkin sudah mengandung plastik) sedang diperjuangkan.
Jadi, kalau besok kamu lewat Malang Creative Center dan lihat anak muda bawa-bawa alat aneh dari pelepah pisang—jangan heran. Mereka bukan lagi main eksperimen aneh-aneh, tapi sedang menulis ulang masa depan: masa depan yang (semoga) bebas dari plastik.***