Lewati ke konten

Malam Minggu Kelabu di GBT: Saat Persebaya Jadi Pelawak, Persija Pulang dengan Tiga Poin dan Harga Diri

| 3 menit baca |Rekreatif | 6 dibaca
Oleh: Titik Terang Penulis: Ulung Hananto Editor: Supriyadi

KALAU sepak bola itu teater, maka laga Persebaya vs Persija di Gelora Bung Tomo (GBT), Sabtu malam (18/10/2025), adalah tragedi-komedi. Tragedi bagi Bonek, komedi bagi Jakmania. Skornya 1–3 untuk Persija, tapi yang bikin sakit bukan angka di papan skor, melainkan cara Persebaya kalah, ceroboh, kocar-kacir, dan seolah lupa mereka sedang main di kandang sendiri.

GBT yang biasanya angker untuk tim tamu malam itu terasa seperti rumah kos yang pintunya lupa dikunci. Persija masuk, duduk manis, dan bawa pulang tiga poin dengan senyum lebar. Sementara Persebaya, entah kenapa, seperti lebih sibuk melawak daripada bertarung.

#Lelucon di Pertahanan Persebaya

Sejak menit awal, Persija sudah menunjukkan kalau mereka datang bukan buat wisata kuliner rawon, tapi buat menebus dosa laga tandang sebelumnya. Dony Tri Pamungkas membuka pesta gol di menit ke-21 lewat umpan silang yang seharusnya bisa dihalau. Tapi barisan belakang Persebaya tampaknya sedang lembur shift kedua di dunia lain.

Ernando Ari pun cuma bisa melongo, entah kagum pada keindahan bola, atau bingung kenapa ia sendirian di dunia yang penuh penyerang lawan.

Belum sempat sadar dari mimpi buruk itu, gol kedua datang di ujung babak pertama. Jordi Amat, bek yang lebih sering tampil di iklan daripada mencetak gol, tiba-tiba muncul di kotak penalti dan menyambar bola liar dari sepak pojok. Gol yang bukan hasil kecerdikan Persija, tapi hasil “kemalasan berjamaah” pemain belakang Persebaya.

Saat peluit babak pertama berbunyi, ribuan Bonek di tribun cuma bisa menatap langit Surabaya yang kelabu, sambil berpikir: “GBT ini kandang atau tempat ujian kesabaran?”

#Drama VAR dan Penalti yang Menyudahi

Babak kedua sempat memunculkan harapan. Persebaya mencetak gol, tapi ya itu tadi, cuma sempat. VAR datang seperti malaikat pencabut gol, membatalkan euforia yang baru berumur beberapa detik.

Setelah itu, permainan Persebaya ambruk seperti tumpukan kartu domino. Persija, dengan tenang seperti eksekutor pajak, mendapat penalti di menit ke-73 yang dieksekusi sempurna oleh Allano. 0–3. Di kandang sendiri.

Gol hiburan dari Leo Lelis di menit ke-78 hanyalah semacam upaya kosmetik. Seperti menaburkan bedak di wajah yang baru saja ditampar keras. Skor akhir 1–3, dan Bonek pun pulang ke rumah dengan kepala berat dan dada sesak.

#Bukan Taktik, Tapi Niat

Pelatih Persebaya, Eduardo Perez, seusai pertandingan berkata kekalahan ini karena “detail kecil.” Tiga gol disebut “detail kecil”? Kalau tiga gol itu detail, mungkin yang besar adalah kehilangan arah.

Di sisi lain, Mauricio Souza bisa tersenyum puas. Persija tampil tenang, rapi, dan efektif. Mereka tidak banyak gaya, tapi tahu betul apa yang harus dilakukan.

Persebaya? Mereka masih sibuk mencari jati diri antara tim sepak bola profesional dan tim stand-up comedy.

Kekalahan ini bukan cuma soal klasemen yang makin terperosok. Ini soal marwah. GBT yang dulu jadi kuburan bagi tim tamu, kini berubah jadi taman bermain lawan yang tahu cara memanfaatkan kebaikan hati tuan rumah.

#GBTtaklagiAngker

Malam Minggu itu, Bonek bukan hanya kehilangan tiga poin, tapi juga sesuatu yang lebih dalam, rasa percaya diri. Sebab, untuk pertama kalinya dalam waktu lama, mereka sadar bahwa menjadi “pejuang” bukan soal jargon, tapi soal niat.

Dan selama pemain Persebaya masih sibuk menghitung “detail kecil,” bukan tak mungkin GBT akan terus jadi tempat tamu berpesta dan tuan rumah tertunduk malu.***

 

Tinggalkan Komentar

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *