PEMERINTAH Kabupaten Jombang, Jawa Timur, tampaknya mulai serius menambal kebocoran pendapatan asli daerah (PAD). Melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), mereka sedang fokus mengoptimalkan penerimaan dari Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) sektor makanan dan minuman, yang dulu lebih akrab dikenal sebagai pajak restoran.
Kepala Bapenda Jombang, Hartono, menjelaskan bahwa langkah pertama adalah melakukan pemutakhiran data besar-besaran.
“Untuk pajak daerah yang digenjot tahun ini, salah satunya PBJT makan dan minum. Kami melakukan pendataan ulang, termasuk menjangkau objek baru yang sebelumnya belum terdata. Itu masih banyak,” ujarnya yang dikutip Radar Jombang.
#“Teman-Teman Keliling”: Pajak yang Dicatat dengan Sepatu Kotor
Setiap hari, tim Bapenda Jombang turun ke lapangan. Mereka bukan hanya duduk di kantor menunggu laporan, tapi betul-betul keliling warung dan kafe, mencatat mana usaha yang sudah tutup, mana yang baru buka.
“Setiap hari teman-teman keliling untuk mendata. Karena ada yang sudah tutup dan ada juga yang baru buka,” kata Hartono.
Pendekatan ini menunjukkan bahwa pajak daerah bukan lagi soal angka di tabel Excel, tapi tentang mengenali denyut ekonomi lokal yang terus berubah dari lapak nasi pecel di pinggir jalan sampai kedai kopi kekinian di tengah kota.
#Target Naik, Harapan Pun Menguap Bersama Aroma Kopi
Tahun ini, Bapenda menargetkan penerimaan pajak PBJT makanan dan minuman sebesar Rp 13 miliar lebih, naik dari capaian tahun lalu. “Target tahun ini mencapai Rp 13 miliar, jelas targetnya naik dibanding tahun lalu,” kata Hartono.
Bukan tanpa alasan, potensi sektor kuliner di Jombang memang terus tumbuh. Dari restoran keluarga hingga kedai minuman to go, semua jadi bagian dari ekosistem ekonomi lokal yang, jika dikelola dengan baik, bisa mengalirkan PAD yang tidak sedikit.
Pada 2024 lalu, pajak daerah memberi kontribusi besar terhadap PAD Jombang yang mencapai Rp 207,4 miliar. Dari jumlah itu, PBJT makanan dan minuman berhasil mencatat realisasi Rp 13,1 miliar, melampaui target awal Rp 10 miliar.
Angka ini bukan hanya statistik. Ia mencerminkan perputaran uang dari sendok ke sendok, dari meja makan ke kas daerah. Dan di tengah upaya meningkatkan kemandirian fiskal daerah, satu hal jadi jelas, di Jombang, setiap piring nasi goreng dan secangkir kopi ternyata ikut membangun daerah.***