Lewati ke konten

Surabaya Penuh Cinta: Bonek & The Jak Semakin Mesra, Dari Rival Jadi Reuni, Gelora Bung Tomo Jadi Tempat Healing Massal

| 3 menit baca |Rekreatif | 8 dibaca
Oleh: Titik Terang Penulis: Ulung Hananto Editor: Ulung Hananto

ADA yang lebih mengharukan daripada pasangan yang balikan setelah lama putus: yaitu Bonek dan The Jakmania duduk berdampingan di tribun Gelora Bung Tomo (GBT). Dua kelompok suporter yang dulu akrab dengan kabar bentrok dan headline buruk itu, kini bertransformasi jadi tamu kondangan yang duduk manis, saling melempar senyum, bukan botol.

Pemandangan ini begitu absurd dan manis pada saat yang sama. Ibarat dua geng motor yang tiba-tiba buka kafe bareng, atau dua mantan pacar yang kerja satu kantor tapi malah bikin podcast tentang cinta. GBT malam itu seperti taman bunga persaudaraan yang tumbuh di atas tanah bekas keributan, dan sungguh, baunya wangi damai, bukan gas air mata.

#Ketika PSSI Jadi Bahan Tertawaan Bersama

Kalau ada penghargaan “Lelucon Tahun Ini”, mungkin PSSI bisa menang lewat kebijakan larangan suporter tamu. Alasannya, katanya, demi keamanan. Tapi di lapangan, justru terasa seperti upaya membungkam kedewasaan. Saat federasi sibuk bikin regulasi paranoid, Bonek dan The Jak malah asyik membuktikan bahwa mereka sudah move on dari masa lalu yang kelam.

Di tribun, mereka berbaur seperti dua CEO perusahaan rival yang sadar kalau kolaborasi lebih cuan daripada saling sabotase. Chant “Wani!” dari kubu hijau bersahutan dengan “Jakmania! Persija! Jakarta!” dari kubu oranye. Bukan teriakan kebencian, tapi duet spontan penuh energi. Sementara itu, di meja PSSI entah siapa yang sedang nyeruput kopi sambil geleng-geleng kepala: “Lho, kok bisa damai?”

#Persaudaraan yang Tak Butuh Regulasi

Yang terjadi di GBT bukan hanya pertandingan sepak bola, tapi semacam kuliah umum tentang “Bagaimana Menjadi Suporter Dewasa Tanpa Dosen PSSI.” Mereka menunjukkan bahwa kepercayaan lebih ampuh daripada larangan, dan empati jauh lebih berguna daripada pagar pembatas setinggi dua meter.

Suasana di tribun malam itu membuktikan bahwa rivalitas bukan soal saling meniadakan, tapi saling menghidupkan. Bahwa warna hijau dan oranye bisa berdampingan tanpa harus memudar. Bahwa teriakan dukungan bisa menggantikan sirene ambulans. Dan bahwa persaudaraan sejati tak pernah butuh tanda tangan ketua federasi.

#Kekalahan PSSI yang Paling Indah

Kalau PSSI mau jujur, foto Bonek dan The Jakmania duduk berdampingan di GBT adalah kekalahan paling telak dalam sejarah regulasi sepak bola Indonesia. Kekalahan melawan akal sehat. Kekalahan melawan cinta.

Bonek dan The Jak sedang menulis bab baru, bahwa rivalitas itu cukup diisi dengan kreatifitas chant, bukan kerasnya benturan kepala. Bahwa sepak bola bisa jadi ruang persaudaraan, bukan alasan berantem. Bahwa masa depan sepak bola Indonesia bukan di tangan pembuat aturan, tapi di hati para suporter yang sudah belajar mencintai tanpa membenci.

Dan kalau ada yang masih bertanya-tanya, “Apa bukti bahwa sepak bola Indonesia masih punya harapan?”

Jawabannya sederhana, lihat tribun GBT malam itu. Di situ, cinta sedang bersorak lebih keras daripada peluit wasit.***

 

Tinggalkan Komentar

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *