Lewati ke konten

“Tepung, Dunung, Srawung, Manggung”: Saat Baznas Jombang Dipeseni untuk Tidak Cuma Duduk Manis di Pendopo

| 4 menit baca |Ide | 9 dibaca
Oleh: Titik Terang Penulis: Denny Saputra Editor: Marga Bagus

JOMBANG – Di tengah langit Jombang yang mulai sering galau antara panas dan hujan, suasana Pendopo Kabupaten pagi itu terasa lebih teduh. Bukan karena pendingin ruangan, tapi karena ada yang sedang dilantik, jajaran Ketua dan Wakil Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Kabupaten Jombang untuk periode 2025–2030.

Yang hadir juga bukan sembarang orang. Ada Bupati Jombang H. Warsubi, jajaran Forkopimda, dan bahkan Ketua Baznas Provinsi Jawa Timur, Prof. KH Ali Maschan Moesa—ulama sekaligus intelektual yang kalau bicara, nadanya bisa lembut tapi isinya dalam, kadang bikin orang yang mendengar merasa sedang di-tausyiah sekaligus dihipnotis pelan-pelan.

#Filosofi Zakat dan Empat Tahap Menjadi Manusia “Jombangan Sejati”

Dalam sambutannya, Prof. Ali Maschan tak sekadar memberi selamat. Ia menyelipkan satu filosofi Jawa yang bikin suasana jadi reflektif, “Tepung, Dunung, Srawung, Manggung.”

Kata beliau, hidup sosial itu ya seperti empat tahap itu:

  • Tepung berarti mengenal,
  • Dunung berarti memahami,
  • Srawung berarti bergaul,
  • dan Manggung berarti tampil atau beraksi.

Kalimatnya sederhana, tapi rasanya seperti tamparan halus buat siapa pun yang terlalu betah di tahap “srawung”—banyak nongkrong, tapi belum tentu “manggung”.

“Filosofi ini bukan cuma kearifan lokal,” ujar Prof. Ali, “tapi juga prinsip hidup agar kita tak berhenti di perkenalan, melainkan beranjak jadi manusia yang memberi manfaat.”

Dalam konteks zakat, itu artinya: jangan cuma kenal istilah mustahik dan muzakki, tapi benar-benar memahami, bergaul dengan mereka, lalu tampil membantu dengan nyata.

#Warsubi dan Surat Edaran yang (Mungkin) Bikin ASN Sedikit Panas Dingin

Giliran Bupati Warsubi bicara, nada suaranya lebih administratif, tapi tetap ada sentuhan spiritual. Ia menyampaikan selamat kepada pengurus baru Baznas, berharap amanah ini dijalankan “dengan penuh keikhlasan dan tanggung jawab.”

Lalu datang bagian yang membuat beberapa ASN di kursi belakang mungkin mendadak refleks merogoh dompet:

“Kami akan mengeluarkan surat edaran agar seluruh ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jombang menyalurkan zakat dan sedekahnya langsung melalui Baznas.”

Kalimat itu terdengar seperti perintah halus tapi tegas. Antara anjuran dan peringatan manis. Tapi intinya jelas: zakat bukan sekadar amal pribadi, melainkan gerakan sosial yang mesti terorganisir.

Bupati Warsubi juga menegaskan, zakat punya peran penting untuk memperkecil kesenjangan sosial dan memperkuat ekonomi umat. “Zakat bukan hanya kewajiban agama,” katanya, “tetapi juga solusi sosial.”

#Antara Sinergi dan Harapan: Saat Zakat Diharapkan Jadi Obat

Pelantikan ini bukan sekadar acara seremonial dengan MC berpakaian batik dan doa panjang. Ia adalah simbol dari upaya bersama agar zakat tidak berhenti jadi tumpukan angka di laporan keuangan, melainkan jadi gerakan yang menyentuh perut dan hati masyarakat.

Bupati Warsubi menyebut, Baznas adalah lembaga non-struktural yang punya tanggung jawab besar untuk memastikan zakat dikelola secara amanah dan akuntabel.
Ia ingin sinergi dengan pemerintah berjalan lancar, supaya visi “Jombang Maju dan Sejahtera untuk Semua” tidak hanya jadi slogan di spanduk.

Dan di sinilah filosofi “Tepung, Dunung, Srawung, Manggung” terasa kembali relevan. Bahwa dalam konteks kepemimpinan, kadang kita baru tepung dan belum sempat manggung.

#Baznas Baru, Harapan Baru

Sementara itu, Veri Rifdian Virdani, salah satu pimpinan Baznas Jombang yang baru dilantik, menyampaikan rasa syukurnya dengan gaya khas orang Jombang: rendah hati tapi mantap.

“Alhamdulillah, kami berlima telah dilantik. Kami berharap Baznas bisa bermanfaat untuk umat, dan kami yang di Baznas juga bisa bermanfaat untuk umat,” ujarnya.

Ia menegaskan, Baznas Jombang akan menyalurkan zakat sesuai dengan delapan asnaf penerima zakat sebagaimana syariat Islam. Selain itu, juga ada program tambahan seperti beasiswa mahasiswa dan santri, bantuan imam dan marbot, serta program kemanusiaan bagi keluarga rentan.

Pendeknya, Baznas ingin menjadi rumah besar bagi kepedulian sosial—bukan hanya lembaga yang sibuk menghitung rupiah, tapi yang juga turun ke lapangan melihat wajah mereka yang berhak dibantu.

Pelantikan Baznas Jombang ini bisa jadi cuma satu dari sekian banyak seremoni di Pendopo Kabupaten. Tapi kalau filosofi “Tepung, Dunung, Srawung, Manggung” benar-benar dijalankan, maka dari pendopo inilah bisa lahir gerakan sosial yang nyata—bukan sekadar barisan kursi empuk dan ucapan selamat yang formal.

Karena pada akhirnya, tugas Baznas dan pemerintah sama: memastikan zakat tidak hanya mengalir di kertas laporan, tapi juga mengalir sampai ke rumah-rumah yang selama ini jarang tersentuh.***

Atau seperti kata Prof. Ali Maschan, “Manusia sejati itu bukan yang sering tampil di panggung, tapi yang tahu kapan dan untuk siapa ia harus manggung.”

 

Tinggalkan Komentar

Email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *